Kamis, 11 Februari 2010

PEMBERDAYAAN: ENABLING, EMPOWERING, DAN PROTECTING

Posted on 08. Oct, 2009 by admin in Kemiskinan, Pembangunan, Pemberdayaan

Pemerintah, sebagai ‘agen perubahan’ dapat menerapkan kebijakan pemberdayaan masyarakat miskin dengan tiga arah tujuan, yaitu enabling, empowering, dan protecting. Enabling maksudnya menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat untuk berkembang. Sedangkan empowering, bertujuan untuk memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh rakyat dengan menerapkan langkah-langkah nyata, yakni dengan menampung berbagai masukan dan menyediakan prasarana dan sarana yang diperlukan. Protecting, artinya melindungi dan membela kepentingan masyarakat lemah.

Untuk meningkatkan partisipasi rakyat dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut diri dan masyarakatnya merupakan unsur yang penting. Dengan sudut pandang demikian, maka pemberdayaan masyarakat amat erat kaitannya dengan pemantapan, pembudayaan dan pengamalan demokrasi. Friedmann (1994:76) mengemukakan:
The empowerment approach, which is fundamental to an alternative development, place the emphasize on autonomy in the decision making of territorially organized communities, local self-relience (but not autrachy), direct (participatory) democracy and experiential social learning.

Pendekatan pemberdayaan pada intinya memberikan tekanan pada otonomi pengambilan keputusan dari suatu kelompok masyarakat yang berlandaskan pada sumberdaya pribadi, langsung (melalui partisipasi) demokratis dan pembelajaran sosial melalui pengalaman langsung.

Friedmann dalam hal ini menegaskan bahwa pemberdayaan masyarakat tidak hanya sebatas ekonomi saja tetapi juga secara politis sehingga pada akhirnya masyarakat akan memiliki posisi tawar-menawar (bargaining position) baik secara nasional maupun internasional. Sebagai titik fokus dari pemberdayaan ini adalah aspek lokalitas, sebab civil society akan merasa lebih siap diberdayakan lewat isu-isu lokal. Friedmann mengingatkan bahwa adalah sangat tidak realistis apabila kekuatan-kekuatan ekonomi dan struktur-struktur di luar civil society diabaikan. Sedangkan proses pemberdayaan bisa dilakukan melalui individu maupun kelompok, namun pemberdayaan melalui kelompok mempunyai keunggulan yang lebih baik, karena mereka dapat saling memberikan masukan satu sama lainnya untuk memecahkan masalah yang dihadapinya.

Konsep pemberdayaan masyarakat ini lebih luas hanya semata-mata memenuhi kebutuhan dasar (basic needs) atau menyediakan mekanisme untuk mencegah proses pemiskinan lebih lanjut (safety net). Belakangan ini konsep tersebut dikembangkan sebagai upaya mencari alternatif terhadap konsep-konsep pertumbuhan di masa yang lalu. Konsep ini berkembang dari upaya banyak ahli dan praktisi untuk mencari apa yang oleh Friedmann disebut sebagai alternative development, yang menghendaki inclusive democracy, economic growth, gender equality and intergenerational equity (Kartasamita, 1996).

Sumber: http://www.pemberdayaan.com/pembangunan/pemberdayaan-enabling-empowering-and-protecting.html#more-90

ENERGI SOSIAL BUDAYA DAN LOKALITAS: TITIK FOKUS KONSEP PEMBERDAYAAN

Posted on 08. Oct, 2009 by admin in Etcetera

Dalam masyarakat, ada yang dinamakan sebagai energi sosial budaya, atau lazim disebut sebagai energi sosial saja, yang merupakan suatu daya internal yang menunjukkan pada mekanisme dalam mengatasi masalahnya sendiri. Uphoff (Sayogyo, 1994:154) memberikan batasan bahwa energi sosial tersebut bersumber pada tiga unsur, pertama, gagasan (ideas) yaitu buah pikiran progresif yang trampil dan dapat diterima bersama. Kedua, idaman (ideals) atau harapan bagi kepentingan bersama, yaitu wujud kesejahteraan bersama sebagai buah realisasi gagasan sebelumnya. Dalam hal ini berlaku suatu norma dasar “berbuatlah bagi orang lain sebagaimana orang lain berbuat bagimu”. Ketiga, persaudaraan (friendship) yaitu wujud solidaritas dalam suatu satuan sosial sebagai daya utama dalam proses mencapai idaman yang telah dikukuhkan. Energi sosial ini terwujud dalam ragam kelembagaan lokal dalam masyarakat. Lembaga di sini dipahami sebagai ‘pola perilaku yang matang’ berupa aktivitas-aktivitas, baik yang terorganisasi maupun yang tidak.

Dengan demikian, pemberdayaan masyarakat sebenarnya adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi dan politik yang merangkum berbagai nilai sosial. Konsep ini mencerminkan paradigma baru pembangunan, yakni yang bersifat “people centered, participatory, empowering, and a sustaniable” (Chambers, 1995).

Dalam konsep pemberdayaan, masyarakat dipandang sebagai subyek yang dapat melakukan perubahan, oleh karena diperlukan pendekatan yang lebih dikenal dengan singkatan ACTORS. Pertama authority atau wewenang pemberdayaan dilakukan dengan memberikan kepercayaan kepada masyarakat untuk melakukan perubahan yang mengarah pada perbaikan kualitas dan taraf hidup mereka. Kedua confidence and compentence atau rasa percaya diri dan kemampuan diri, pemberdayaan dapat diawali dengan menimbulkan dan memupuk rasa percaya diri serta melihat kemampuan bahwa masyarakat sendiri dapat melakukan perubahan. Ketiga, truth atau keyakinan, untuk dapat berdaya, masyarakat atau seseorang harus yakin bahwa dirinya memiliki potensi untuk dikembangkan. Keempat, opportunity atau kesempatan, yakni memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk memilih segala sesuatu yang mereka inginkan sehingga dapat mengembangkan diri sesuai dengan potensi yang mereka miliki. Kelima, responsibility atau tanggung jawab, maksudnya yaitu perlu ditekankan adanya rasa tanggung jawab pada masyarakat terhadap perubahan yang dilakukan. Terakhir, keenam, support atau dukungan, adanya dukungan dari berbagai pihak agar proses perubahan dan pemberdayaan dapat menjadikan masyarakat ‘lebih baik’.

Titik fokus konsep pemberdayaan adalah lokalitas, sebab civil society menurut Friedmann (1992:31) masyarakat akan merasa siap diberdayakan melalui isu-isu lokal. Tentunya dengan tidak mengabaikan kekuatan-kekuatan ekonomi dan struktur di luar civil society tersebut. Lebih lanjut ia menyatakan bahwa pemberdayaan masyarakat tidak hanya pada sektor ekonomi tetapi juga secara politis, sehingga pada akhirnya masyarakat akan memiliki posisi tawar yang kuat secara nasional maupun internasional.

Target dari konsep pemberdayaan ini adalah ingin mengubah kondisi yang serba sentralistik menjadi situasi yang lebih otonom dengan cara memberikan kesempatan kepada kelompok masyarakat miskin untuk merencanakan dan melaksanakan program pembangunan yang mereka pilih sendiri. Masyarakat miskin juga diberi kesempatan untuk mengelola dana pembangunan, baik yang berasal dari pemerintah maupun dari pihak luar.

Sumber: http://www.pemberdayaan.com/etcetera/energi-sosial-budaya-dan-lokalitas-titik-fokus-konsep-pemberdayaan.html#more-86

KONSEP PEMBERDAYAAN, MEMBANTU MASYARAKAT AGAR BISA MENOLONG DIRI SENDIRI

Posted on 08. Oct, 2009 by admin in Kemiskinan, Pemberdayaan, Social Capital

Pemberdayaan dilahirkan dari bahasa Inggris, yakni empowerment, yang mempunyai makna dasar ‘pemberdayaan’, di mana ‘daya’ bermakna kekuatan (power). Bryant & White (1987) menyatakan pemberdayaan sebagai upaya menumbuhkan kekuasaan dan wewenang yang lebih besar kepada masyarakat miskin. Cara dengan menciptakan mekanisme dari dalam (build-in) untuk meluruskan keputusan-keputusan alokasi yang adil, yakni dengan menjadikan rakyat mempunyai pengaruh. Sementara Freire (Sutrisno, 1999) menyatakan empowerment bukan sekedar memberikan kesempatan rakyat menggunakan sumber daya dan biaya pembangunan saja, tetapi juga upaya untuk mendorong mencari cara menciptakan kebebasan dari struktur yang opresif.

Konsep lain menyatakan bahwa pemberdayakan mempunyai dua makna, yakni mengembangkan, memandirikan, menswadayakan dan memperkuat posisi tawar menawar masyarakat lapisan bawah terhadap kekuatan-kekuatan penekan di segala bidang dan sektor kehidupan. Makna lainnya adalah melindungi, membela dan berpihak kepada yang lemah, untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang dan terjadinya eksploitasi terhadap yang lemah (Prijono dan Pranarka, 1996).

Dalam pandangan Pearse dan Stiefel dinyatakan bahwa pemberdayaan mengandung dua kecenderungan, yakni primer dan sekunder. Kecenderungan primer berarti proses pemberdayaan menekankan proses memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan atau kemampuan kepada masyarakat agar individu menjadi lebih berdaya. Sedangkan kecenderungan sekunder melihat pemberdayaan sebagai proses menstimulasi, mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihannya (Prijono dan Pranarka, 1996).

Sedangkan dalam kajian ini pengertian “pemberdayaan” dimaknai sebagai segala usaha untuk membebaskan masyarakat miskin dari belenggu kemiskinan yang menghasilkan suatu situasi di mana kesempatan-kesempatan ekonomis tertutup bagi mereka, karena kemiskinan yang terjadi tidak bersifat alamiah semata, melainkan hasil berbagai macam faktor yang menyangkut kekuasaan dan kebijakan, maka upaya pemberdayaan juga harus melibatkan kedua faktor tersebut.

Salah satu indikator dari keberdayaan masyarakat adalah kemampuan dan kebebasan untuk membuat pilihan yang terbaik dalam menentukan atau memperbaiki kehidupannya. Konsep pemberdayaan merupakan hasil dari proses interaksi di tingkat ideologis dan praksis. Pada tingkat ideologis, pemberdayaan merupakan hasil interaksi antara konsep top-down dan bottom-up, antara growth strategy dan people centered strategy. Sedangkan di tingkat praksis, proses interaksi terjadi melalui pertarungan antar ruang otonomi. Maka, konsep pemberdayaan mencakup pengertian pembangunan masyarakat (community development) dan pembangunan yang bertumpu pada masyarakat (community based development).

Community development adalah suatu proses yang menyangkut usaha masyarakat dengan pihak lain (di luar sistem sosialnya) untuk menjadikan sistem masyarakat sebagai suatu pola dan tatanan kehidupan yang lebih baik, mengembangkan dan meningkatkan kemandirian dan kepedulian masyarakat dalam memahami dan mengatasi masalah dalam kehidupannya, mengembangkan fasilitas dan teknologi sebagai langkah meningkatkan daya inisiatif, pelayanan masyarakat dan sebagainya. Secara filosofis, community development mengandung makna ‘membantu masyarakat agar bisa menolong diri sendiri’, yang berarti bahwa substansi utama dalam aktivitas pembangunan masyarakat adalah masyarakat itu sendiri.

Sumber : http://www.pemberdayaan.com/pemberdayaan/konsep-pemberdayaan-membantu-masyarakat-agar-bisa-menolong-diri-sendiri.html#more-82

Minggu, 07 Februari 2010

2010, DITARGETKAN 200 DESA PRODUKTIF UNTUK TEKAN PENGANGGURAN

JAKARTA, (PRLM) Sabtu, 30 Januari 2010, 02:14:00

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) menargetkan mengembangkan 200 Desa Produktif pada tahun 2010. Dalam program ini masing-masing desa akan mendapat bantuan pelatihan kewirausahaan dan modal kerja sebesar Rp 50 juta.

"Pengembangan model desa produktif ditujukan untuk memberdayakan kewirausahaan masyarakat desa dalam memanfaatkan potensi ekonomi desa yang meliputi sumberdaya alam, sumber daya manusia dan letak geografis," kata Menakertrans Muhaimin Iskandar di Jakarta, Jumat (29/1).

Dikatakan Menakertrans, dengan pengembangan model desa produktif sebanyak 200 desa itu diharapkan mampu menyerap tenaga kerja atau wirausahawan baru sebanyak 125.000 orang. Dalam hal ini Kemenakertrans menyediakan anggaran bantuan pelatihan dan modal kerja sebesar Rp 10 miliar.

Disebutkan, pada awalnya di setiap desa akan dilatih 25 orang calon wirausaha. Kemudian 25 orang itu akan melatih 25 orang lainnya, sehingga setiap desa diharapkan dapat memberikan kesempatan kerja sebanyak 625 orang. Programnya terus bergulir dan berkembang.

Dalam pengembangan desa produktif, ujar dia, dibentuk kelompok Tenaga Kerja Penggerak Perluasan Kesempatan Kerja Pedesaan (TP2K2P) yang akan mengawal pelaksanaan program pengembangan desa produktif dan pembentukan kelompok usaha ekonomi kreatif yang menghasilkan barang dan jasa yang bernilai ekonomi.

Data Biro Pusat Statistik (BPS) tahun 2008 menyebutkan, jumlah desa di 33 provinsi di seluruh Indonesia mencapai 75.378 desa. Oleh karena itu, program desa produktif diharapkan berdampak positif dalam pengentasan pengangguran dan kemiskinan di pedesaan.

Menurut Dirjen Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas Kemenakertrans Masri Mahyar, setiap kelompok usaha mandiri mendapat Rp 50 juta untuk semua kegiatan, mulai dari pelatihan, pembelian peralatan, produksi, hingga pemasaran. Untuk mengembangkan desa produktif, dilakukan sinergi dengan Direktorat Jenderal Bina Penta.

"Program ini bukan dana bergulir. Kami tidak memberikan uang, tetapi keterampilan dan peningkatan keahlian sehingga kelompok ini bisa memotivasi warga lainnya untuk berwirausaha," kata Masri. (A-78/das)***

Sumber:
http://www.pikiran-rakyat.com/index.php?mib=news.detail&id=124726

PROGRAM PENGEMBANGAN DESA PRODUKTIF KLASTER BORDIR DAN KONVEKSI PADURENAN, KUDUS MELALUI PENDEKATAN DIAMOND CLUSTER

Upaya pemberdayaan sektor riil dan UMKM tidak terlepas dari peran semua pihak sesuai tupoksi masing-masing, demikian juga dengan Bank Indonesia dengan komitmennya untuk mengembangkan/menggerakkan sektor riil dan UMKM, yang dilakukan dalam kerangka untuk mendorong fungsi intermediasi perbankan dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional dan regional.

Dalam rangka mengimplementasikan Paket Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang termuat dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 tahun 2007, yang telah dijabarkan dengan Nota Kesepahaman No.077/04440 dan No.10/1/DpG/DKM/SKB tentang Kerjasama Pengembangan Ekonomi Jawa Tengah antara Bank Indonesia bersama Pemerintah Provinsi Jawa Tengah yang telah ditandatangani pada tanggal 19 Maret 2008. Nota kesepahaman tersebut bertujuan untuk mensinergikan pelaksanaan kebijakan perekonomian daerah melalui koordinasi untuk mengakselerasi langkah aktif sehingga memberikan kontribusi positif bagi perekonomian Jawa Tengah serta mendukung program pembangunan ekonomi nasional.

Kesepahaman tersebut sejalan dengan program Gubernur Provinsi Jawa Tengah “Bali nDeso mBangun Deso”, dengan mengupayakan pembentukan klaster dinamis pada industri bordir dan konveksi di Desa Produktif Padurenan, Kecamatan Gebog, Kabupaten Kudus. Program tersebut juga selaras dengan Visi Bupati Kudus tahun 2008-2013 yaitu “Terwujudnya Kudus yang Sejahtera” yang telah diformulasikan dalam RPJMD Kabupaten Kudus tahun 2008-2013, dimana dua dari empat pilar penunjangnya adalah :
1) pemberdayaan UMKM bagi peningkatan kesejahteraan rakyat;
2) perlindungan usaha dan kesempatan kerja yang luas dan menyeluruh.

Implementasi kegiatan dari program dimaksud pada triwulan III-2009 antara lain adalah :
1. Lokakarya partisipasi penyusunan strategi upgrading dan action plan dalam pengembangan klaster bordir dan konveksi paduren, lokakarya ini bertujuan memperkenalkan GTZ RED yang akan bekerjasama dengan stakeholders dalam rangka pengembangannya, meningkatkan partisipasi aktif dari para UMKM bordir dan konveksi serta Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk memberikan saran dalam pengembangan klaster, memperoleh masukan dalam rangka menyusun action plan pengembangan klaster bordir dan konveksi di Padurenan.
2. Pada tanggal 5 Agustus 2009, Kantor Bank Indonesia Semarang, Pemerintah Kabupaten Kudus, Balai Besar Peningkatan Produktivitas Tenaga Kerja - Departemen Tenaga Kerja RI, Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi & Kependudukan Provinsi Jawa Tengah, Bank Jateng, dan GTZ RED melakukan launcing “Program Pengembangan Desa Produkif Klaster Bordir dan Konveksi Padurenan, Kudus melalui Pendekatan Diamond Cluster”, yang ditandai dengan penandatangan Nota Kesepahaman (MoU) untuk “Menjadikan Desa Padurenan sebagai tempat klaster wisata yang memiliki produktivitas serta daya saing industri yang tinggi sehingga menjadi penggerak bagi pertumbuhan ekonomi desa di sekitarnya”, dengan misinya : 1) pemberdayaan masyarakat di desa produktif Padurenan sebagai manusia yang religi, kreatif, produktif dan memiliki etika bisnis serta modal sosial yang tinggi; 2) mendorong keterlibatan aktif dari aparatur pemerintah dalam pembangunan fisik/infrastruktur serta stakeholders terkait dalam peningkatan daya saing industri bordir dan konveksi sehingga mendukung terwujudnya Diamond Cluster bordir dan konveksi di desa produktif Padurenan, Kudus; 3) Mendorong bertumbuhnya berbagai industri pendukung serta jaringan usaha yang bersinergi untuk meningkatkan daya saing Diamond Cluster bordir dan konveksi di desa produktif Padurenan, Kudus.

Pada kesempatan penandatanganan MoU, diikuti dengan kegiatan-kegiatan antara lain :
1. Penyerahan bantuan antara lain dari :
a. Bank Indonesia dengan menggunakan anggaran BI-SR berupa Perlengkapan Perpustakaan Desa Padurenan yang terdiri dari
2 (dua) buah Almari Buku, 1 (satu) buah Filling Cabinet, 1(satu) unit komputer, 1 (satu) unit printer, Buku-Buku tentang Bordir dan Konveksi dll
b. Pemerintah Kabupaten Kudus berupa Penyerahan Mesin Jahit High speed sebanyak 7 (tujuh) buah
c. Balai Besar Pengembangan Produktivitas Depnakertrans RI, berupa gerai penjualan produk kepada 30 orang peserta pelatihan pembukuan.
2. Fashion Show produk-produk bordir dan konveksi Padurenan, Kudus yang diperagakan oleh model-model dari Padurenan, yang sebelumnya telah mendapatkan pelatihan dari Totok Shahak Modelling, Semarang.
3. Lomba Desain Bordir, Konveksi dan Inovasi Produk Bordir dengan mengundang juri pakar inovasi bordir Hery Soeharsono.

Keberhasilan program ini nantinya akan tercermin dari perkembangan desa ini kedepan, yang diharapkan mampu menjadi desa produktif sekaligus mampu meningkatkan daya saing produk unggulannya yaitu bordir dan konveksi. Selanjutnya, sinergi yang telah diupayakan bersama ini diharapkan juga akan dapat menarik minat investor maupun lembaga keuangan baik perbankan maupun non bank untuk turut berkiprah sesuai porsi masing-masing.

Sumber:
http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/A819872C-69E8-403B-8B94-DB735DDCD488/18278/BOKSProgramPengembanganDesaProduktifKlasterBordird.pdf

Sabtu, 06 Februari 2010

DIKLAT BUDIDAYA AYAM PETELUR BAGI PEMUDA DESA PRODUKTIF

Reporter : Dody Kasman

KRAKSAAN - Generasi muda sebagai generasi penerus bangsa dapat berpartisipasi dalam pembangunan di berbagai bidang kehidupan. Salah satunya seperti yang dilakukan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat Kaukus Pemuda Probolinggo (LSM KPP), Sabtu (10/10) dan Minggu (11/10) lalu.

LSM yang mewadahi kegiatan anak muda kreatif produktif ini menggelar kegiatan Diklat Budidaya Ayam Petelur bagi Pemuda Produktif bertempat di Balai Latihan Kerja (BLK) Kraksaan.

Kegiatan pemberdayaan kaum muda produktif ini mengangkat tema “Meraih Wawasan Sikap Mandiri dan Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat bagi Pemuda Produktif”. Pesertanya sebanyak 50 pemuda kreatif dari beberapa kecamatan di Kabupaten Probolinggo.

Diklat dibuka secara resmi oleh Kasubag Tata Usaha pada Kantor Pemuda dan Olah Raga Anto Pursjianto mewakili Kepala Kanpora. Dalam sambutannya, Anto mengajak para peserta diklat untuk menjadi diri sendiri dan menjadi pemuda mandiri. Jangan sampai terjebak hal-hal negatif seperti penyalahgunaan obat-obatan terlarang. ”Masa muda hendaknya diisi dengan kegiatan yang positif seperti Diklat ini. Saya ucapkan terima kasih kepada Kaukus Pemuda Probolinggo yang dapat memfasilitasi kegiatan pemuda dengan diklat semacam ini”, ujar Antok.

Sementar itu Ketua Umum LSM KPP Ainul Yakin menerangkan bahwa latar belakang diklat yang difasilitasi Kanpora dan Dinas Peternakan itu adalah dampak krisis finasial global yang mengakibatkan perekonomian terganggu. “Minimnya lapangan pekerjaan menuntut kita untuk mencari alternatif pekerjaan yang bersifat usaha mandiri, khususnya penciptaan lapangan pekerjaan bagi kaum muda pedesaan”, paparnya.

Dengan diklat ini diharapkan dapat menambah wawasan kaum muda dan memberi alternatif usaha mandiri. Disamping itu untuk membuka peluang usaha ternak ayam sebagai upaya peningkatan perekonomian masyarakat.

Bertindak sebagai narasumber pada diklat yang berlangsung dua hari ini, Kepala Bidang Bina Usaha Peternakan pada Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Eko Zainuddin HP dibantu beberapa orang staf dari Dinas Peternakan dan Keswan. Hadir pula narasumber dari praktisi peternak ayam telur yaitu Edi Susanto.

Sebagai tindak lanjut dari diklat ini, secara teknis para peserta diklat akan dilibatkan pada pola pengembangan budidaya ayam yang terbagi dalam beberapa kelompok, mulai dari kelompok pembibitan, kelompok pakan, kelompok pengembangan dan kelompok produksi untuk akses pemasaran. Diharapkan nantinya kelompok tersebut akan menjadi mata rantai perekonomian pemuda.(d0d)

Sumber:
http://www.probolinggokab.go.id/site/index.php?option=com_content&task=view&id=2718&Itemid=92

Senin, 01 Februari 2010

PERCONTOHAN DESA PRODUKTIF DI KELURAHAN KAMAL

Koran Republika, Jumat, 22 Desember 2006

JAKARTA -- Wilayah RW 03, Kelurahan Kamal, Kecamatan Kalideres, Jakbar, akan dijadian percontohan proyek Desa Produktif. Dipilihnya RW 03 menjadi percontohan proyek yang digagas Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans), karena ekonomi masyarakat setempat berada di bawah garis kemiskinan.

Dirjen Pelatihan dan Produktivitas Depnakertrans, Yunani Roaidah, menjelaskan Desa Produktif merupakan peningkatan produktivitas bagi UKM dan masyarakat. Segalam potemsi yang dimiliki masyarakat harus bisa dikembangkan.

"Program semacam ini pertama kali dikembangkan oleh Asian Productivity Organization (APO) sejak tahun 1996 dan terbukti mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat di sejumlah negara seperti Philipina, Malaysia, Thailand, Vietnam, India dan Pakistan,'' kata Yunani, kemarin (21/12).

Kasubag Nakertrans Bagian Kesejahteraan Masyarakat Jakarta Barat, Elly Suryani, mengatakan, tahap awal program Desa Produktif ini dilaksanakan dengan memberikan keterampilan pengolahan sampah kepada 20 warga setempat. Mereka juga akan dibekali teknik pengolahan sampah. dwo

SUMBER:
http://www.infoanda.com/wap/id/link.php?lh=UFUIDwBTAAZV